Definisi
Secara bahasa (etimologi)
Kata
Hasan (حسن) merupakan Shifah Musyabbahah dari kata al-Husn
(اْلحُسْنُ) yang bermakna al-Jamâl (الجمال): kecantikan, keindahan.
Secara Istilah (teriminologi)
Sedangkan secara istilah, terdapat
perbedaan pendapat di kalangan para ulama hadits mengingat pretensinya berada di
tengah-tengah antara Shahîh dan Dla’îf. Juga, dikarenakan sebagian
mereka ada yang hanya mendefinisikan salah satu dari dua bagiannya saja.
Berikut beberapa definisi para ulama hadits dan definisi terpilih:
1. Definisi al-Khaththâby : yaitu, “setiap hadits yang diketahui
jalur keluarnya, dikenal para periwayatnya, ia merupakan rotasi kebanyakan
hadits dan dipakai oleh kebanyakan para ulama dan mayoritas ulama fiqih.”
(Ma’âlim as-Sunan:I/11)
2. Definisi at-Turmudzy : yaitu,
“setiap hadits yang diriwayatkan, pada sanadnya tidak ada periwayat yang
tertuduh sebagai pendusta, hadits tersebut tidak Syâdzdz
(janggal/bertentangan dengan riwayat yang kuat) dan diriwayatkan lebih dari satu
jalur seperti itu. Ia-lah yang menurut kami dinamakan dengan Hadîts
Hasan.” (Jâmi’ at-Turmudzy beserta Syarah-nya, [Tuhfah
al-Ahwadzy], kitab al-‘Ilal di akhirnya: X/519)
3. Definisi
Ibn Hajar: yaitu, “Khabar al-Ahâd yang diriwayatkan oleh seorang yang
‘adil, memiliki daya ingat (hafalan), sanadnya bersambung, tidak terdapat
‘illat dan tidak Syâdzdz, maka inilah yang dinamakan Shahîh Li
Dzâtih (Shahih secara independen). Jika, daya ingat (hafalan)-nya kurang ,
maka ia disebut Hasan Li Dzâtih (Hasan secara independen).”
(an-Nukhbah dan Syarahnya: 29)
Syaikh Dr.Mahmûd ath-Thahhân
mengomentari, “Menurut saya, Seakan Hadits Hasan menurut Ibn Hajar adalah hadits
Shahîh yang kurang pada daya ingat/hafalan periwayatnya. Alias kurang
(mantap) daya ingat/hafalannya. Ini adalah definisi yang paling baik untuk
Hasan. Sedangkan definisi al-Khaththâby banyak sekali kritikan terhadapnya,
sementara yang didefinisikan at-Turmudzy hanyalah definisi salah satu dari dua
bagian dari hadits Hasan, yaitu Hasan Li Ghairih (Hasan karena adanya
riwayat lain yang mendukungnya). Sepatutnya beliau mendefinisikan Hasan Li
Dzâtih sebab Hasan Li Ghairih pada dasarnya adalah hadits lemah (Dla’îf) yang
meningkat kepada posisi Hasan karena tertolong oleh banyaknya jalur-jalur
periwayatannya.”
Definisi Terpilih
Definisi ini
berdasarkan apa yang disampaikan oleh Ibn Hajar dalam definisinya di atas,
yaitu:
“Hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh periwayat yang
‘adil, yang kurang daya ingat (hafalannya), dari periwayat semisalnya hingga ke
jalur terakhirnya (mata rantai terakhir), tidak terdapat kejanggalan (Syudzûdz)
ataupun ‘Illat di dalamnya.”
Hukumnya
Di dalam
berargumentasi dengannya, hukumnya sama dengan hadits Shahîh sekalipun
dari sisi kekuatannya, ia berada di bawah hadits Shahih. Oleh karena itulah,
semua ahli fiqih menjadikannya sebagai hujjah dan mengamalkannya. Demikian juga,
mayoritas ulama hadits dan Ushul menjadikannya sebagai hujjah kecuali pendapat
yang aneh dari ulama-ulama yang dikenal keras (al-Mutasyaddidûn). Sementara
ulama yang dikenal lebih longgar (al-Mutasâhilûn) malah mencantumkannya ke dalam
jenis hadits Shahîh seperti al-Hâkim, Ibn Hibbân dan Ibn Khuzaimah namun
disertai pendapat mereka bahwa ia di bawah kualitas Shahih yang sebelumnya
dijelaskan.” (Tadrîb ar-Râwy:I/160)
Contohnya
Hadits yang dikeluarkan oleh at-Turmudzy, dia berkata, “Qutaibah
menceritakan kepada kami, dia berkata, Ja’far bin Sulaiman adl-Dluba’iy
menceritakan kepada kami, dari Abu ‘Imrân al-Jawny, dari Abu Bakar bin Abu Musa
al-Asy’ariy, dia berkata, “Aku telah mendengar ayahku saat berada di dekat musuh
berkata, ‘Rasulullah SAW., bersabda, “Sesungguhnya pintu-pintu surga itu
berada di bawah naungan pedang-pedang…” (Sunan at-Turmudzy, bab keutamaan
jihad:V/300)
Hadits ini adalah Hasan karena empat orang periwayat
dalam sanadnya tersebut adalah orang-orang yang dapat dipercaya (Tsiqât) kecuali
Ja’far bin Sulaiman adl-Dlub’iy yang merupakan periwayat hadits Hasan
–sebagaimana yang dinukil oleh Ibn Hajar di dalam kitab Tahdzîb at-Tahdzîb-.
Oleh karena itu, derajat/kualitasnya turun dari Shahîh ke Hasan.
Tingkatan-Tingakatannya
Sebagaimana hadits Shahih
yang memiliki beberapa tingkatan yang karenanya satu hadits shahih bisa berbeda
dengan yang lainnya, maka demikian pula halnya dengan hadits Hasan yang memiliki
beberapa tingkatan.
Dalam hal ini, ad-Dzahaby menjadikannya dua
tingkatan:
Pertama, (yang merupakan tingkatan tertinggi), yaitu: riwayat
dari Bahz bin Hakîm dari ayahnya, dari kakeknya; riwayat ‘Amr bin Syu’aib dari
ayahnya, dari kakeknya; Ibn Ishaq dari at-Tîmiy. Dan semisal itu dari hadits
yang dikatakan sebagai hadits Shahih padahal di bawah tingkatan hadits Shahih.
Ke-dua, hadits lain yang diperselisihkan ke-Hasan-an dan
ke-Dla’îf-annya, seperti hadits al-Hârits bin ‘Abdullah, ‘Ashim bin
Dlumrah dan Hajjâj bin Artha’ah, dan semisal mereka.
Tingkatan
Ucapan Ulama Hadits, “Hadits yang
shahîh sanadnya” atau “Hasan
sanadnya”
1. Ucapan para ulama hadits, “Ini adalah hadits yang
shahih sanadnya” adalah di bawah kualitas ucapan mereka, “Ini adalah hadits
Shahih.”
2. Demikian juga ucapan mereka, “Ini adalah hadits yang Hasan
sanadnya” adalah di bawah kualitas ucapan mereka, “Ini adalah hadits Hasan”
karena bisa jadi ia Shahih atau Hasan sanadnya tanpa matan (redaksi/teks)nya
akibat adanya Syudzûdz atau ‘Illat.
Seorang ahli hadits
bila berkata, “Ini adalah hadits Shahih,” maka berarti dia telah memberikan
jaminan kepada kita bahwa ke-lima syarat keshahihan telah terpenuhi pada hadits
ini. Sedangkan bila dia mengatakan, “Ini adalah hadits yang shahih sanadnya,”
maka artinya dia telah memberi jaminan kepada kita akan terpenuhinya tiga syarat
keshahihan, yaitu: sanad bersambung, keadilan si periwayat dan kekuatan daya
ingat/hafalan (Dlabth)-nya, sedangkan ketiadaan Syudzûdz atau
‘Illat pada hadits itu, dia tidak bisa menjaminnya karena belum mengecek
kedua hal ini lebih lanjut.
Akan tetapi, bila seorang Hâfizh
(penghafal banyak hadits) yang dipegang ucapannya hanya sebatas mengatakan, “Ini
adalah hadits yang shahih sanadnya,” tanpa menyebutkan ‘illat
(penyakit/alasan yang mencederai bobot suatu hadits); maka pendapat yang nampak
(secara lahiriah) adalah matannya juga Shahîh sebab asal ucapannya adalah
bahwa tidak ada ‘Illat di situ dan juga tidak ada Syudzûdz.
Makna Ucapan at-Turmudzy Dan Ulama
Selainnya, “Hadits
Hasan Shahîh”
Secara implisit, bahwa ungkapan seperti ini agak
membingungkan sebab hadits Hasan kurang derajatnya dari hadits Shahîh, jadi
bagaimana bisa digabung antara keduanya padahal derajatnya berbeda?. Untuk
menjawab pertanyaan ini, para ulama memberikan jawaban yang beraneka ragam atas
maksud dari ucapan at-Turmudzy tersebut. Jawaban yang paling bagus adalah yang
dikemukakan oleh Ibn Hajar dan disetujui oleh as-Suyûthy, ringkasannya adalah:
1. Jika suatu hadits itu memiliki dua sanad (jalur transmisi/mata rantai
periwayatan) atau lebih; maka maknanya adalah “Ia adalah Hasan bila ditinjau
dari sisi satu sanad dan Shahîh bila ditinjau dari sisi sanad yang lain.”
2. Bila ia hanya memiliki satu sanad saja, maka maknanya adalah “Hasan
menurut sekelompok ulama dan Shahîh menurut sekelompok ulama yang lain.”
Seakan Ibn Hajar ingin menyiratkan kepada adanya perbedaan persepsi di
kalangan para ulama mengenai hukum terhadap hadits seperti ini atau belum adanya
hukum yang dapat dikuatkan dari salah satu dari ke-duanya.
Pengklasifikasian Hadits-Hadits Yang Dilakukan Oleh
Imam
al-Baghawy Dalam Kitab “Mashâbîh as-Sunnah”
Di dalam kitabnya,
“Mashâbîh as-Sunnah” imam al-Baghawy menyisipkan istilah khusus, yaitu
mengisyaratkan kepada hadits-hadits shahih yang terdapat di dalam kitab
ash-Shahîhain atau salah satunya dengan ungkapan, “Shahîh” dan kepada
hadits-hadits yang terdapat di dalam ke-empat kitab Sunan (Sunan an-Nasâ`iy,
Sunan Abi Dâ`ûd, Sunan at-Turmdzy dan Sunan Ibn Mâjah) dengan ungkapan,
“Hasan”. Dan ini merupakan isitlah yang tidak selaras dengan istilah umum yang
digunakan oleh ulama hadits sebab di dalam kitab-kitab Sunan itu juga
terdapat hadits Shahîh, Hasan, Dla’îf dan Munkar.
Oleh karena itulah,
Ibn ash-Shalâh dan an-Nawawy mengingatkan akan hal itu. Dari itu, semestinya
seorang pembaca kitab ini ( “Mashâbîh as-Sunnah” ) mengetahui benar
istilah khusus yang dipakai oleh Imam al-Baghawy di dalam kitabnya tersebut
ketika mengomentari hadits-hadits dengan ucapan, “Shahih” atau “Hasan.”
Kitab-Kitab Yang Di Dalamnya
Dapat Ditemukan Hadits Hasan
Para ulama belum ada yang mengarang kitab-kitab secara terpisah
(tersendiri) yang memuat hadits Hasan saja sebagaimana yang mereka lakukan
terhadap hadits Shahîh di dalam kitab-kitab terpisah (tersendiri), akan tetapi
ada beberapa kitab yang di dalamnya banyak ditemukan hadits Hasan. Di antaranya
yang paling masyhur adalah:
1. Kitab Jâmi’ at-Turmudzy atau yang
lebih dikenal dengan Sunan at-Turmudzy. Buku inilah yang merupakan
induk di dalam mengenal hadits Hasan sebab at-Turmudzy-lah orang
pertama yang memasyhurkan istilah ini di dalam bukunya dan orang yang paling
banyak menyinggungnya.
Namun yang perlu diberikan catatan, bahwa terdapat
banyak naskah untuk bukunya tersebut yang memuat ungkapan beliau, “Hasan
Shahîh”, sehingga karenanya, seorang penuntut ilmu harus memperhatikan hal ini
dengan memilih naskah yang telah ditahqiq (dianalisis) dan telah dikonfirmasikan
dengan naskah-naskah asli (manuscript) yang dapat dipercaya.
2. Kitab
Sunan Abi Dâ`ûd. Pengarang buku ini, Abu Dâ`ûd menyebutkan hal ini di
dalam risalah (surat)-nya kepada penduduk Mekkah bahwa dirinya menyinggung
hadits Shahih dan yang sepertinya atau mirip dengannya di dalamnya. Bila
terdapat kelemahan yang amat sangat, beliau menjelaskannya sedangkan yang tidak
dikomentarinya, maka ia hadits yang layak. Maka berdasarkan hal itu, bila kita
mendapatkan satu hadits di dalamnya yang tidak beliau jelaskan kelemahannya dan
tidak ada seorang ulama terpecayapun yang menilainya Shahih, maka ia Hasan
menurut Abu Dâ`ûd.
3. Kitab Sunan ad-Dâruquthny. Beliau telah
banyak sekali menyatakannya secara tertulis di dalam kitabnya ini.
(SUMBER: Kitab Taysîr Musthalah al-Hadîts karya Dr. Mahmûd
ath-Thahhân, h. 45-50)
Subscribe to:
Post Comments (RSS)
0 komentar on Apa yang dimaksud Hadits Hasan :
Post a Comment and Don't Spam!